Sunday, November 23, 2014

Berhikmat Di Hadapan Allah

Ayat bacaan : 1 Korintus 1:18-2:5; Daniel 3:16-19

“Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah” (1 Korintus 1:18)

John Bradford kelahiran Manchester adalah seorang yang sukses dalam dunia bisnis. Karena hatinya dijamah oleh Tuhan, ia berhenti dari dunia bisnis dan menekuni belajar Injil. Dengan dorongan sahabatnya yang bernama Martin Bucer, ia menjadi pengkhotbah. Dalam khotbahnya, ia menegur dosa dengan tegas, dan dengan lemah lembut mengkhotbahkan Yesus yang disalibkan, dengan belas kasihan ia berbicara melawan ketidakbenaran dan kesalahan, dan dengan bersungguh-sungguh mengajak orang-orang untuk hidup di dalam kebenaran.

Karena difitnah, ia harus meringkuk di dalam penjara. Karena ia terus mempertahankan kebenaran salib Kristus, pada bulan Juli 1555, ia di eksekusi hukuman bakar sampai mati. Mengapa ia mau dihukum mati? Apakah dia tidak ada hikmat untuk menentukan yang terbaik dalam hidupnya? Mengapa ia memilih mati untuk Kristus daripada bersenang-senang menikmati bisnisnya yang sukses? Tetapi di hadapan Allah, inilah orang yang berhikmat. Bila dibandingkan antara dipenjara karena Injil Kristus dengan menikmati bisnis yang sukses tentu lebih enak menikmati bisnis yang sukses. Bila dibandingkan antara dieksekusi hukuman bakar sampai mati dengan pujian orang-orang karena sukses menjalankan bisnisnya, tentu lebih enak menikmati pujian. Apalagi kalau ada orang yang memilih dieksekusi bakar sampai mati karena kebenaran salib Kristus, ini adalah kebodohan.

Tetapi rasul Paulus berkata berita tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. Contoh konkrit orang yang berhikmat di hadapan Allah adalah Daniel dan kawan-kawan. Demi Allah yang mereka sembah, Daniel rela dimasukkan ke Goa singa, sementara Sadrakh, Mesak, dan Abednego rela dilemparkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. Ketika raja Nebukadnezar memberi pilihan terakhir apakah mereka mau mengubah keputusan, mereka menjawab, “….. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” (Daniel 3:16-19). Ini adalah pilihan yang bodoh bagi dunia tetapi berhikmat di hadapan Allah.

Renungan: 
Secara manusia pilihan kita kadang-kadang dianggap sebagai kebodohan, tetapi kalau itu merupakan konsekuensi dari ketaatan akan firman Tuhan, maju terus pantang mundur! Manusia yang berhikmat di hadapan Allah akan dianggap orang bodoh oleh dunia.

No comments:

Post a Comment