Ayat bacaan : 1 Tesalonika 2:7-12; Mazmur 25:21
“Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya”
(1 Tesalonika 2:10)
Dengan berani Paulus memproklamirkan dirinya tentang kesalehan, keadilan, dan ketidakbercacatannya. Dan memang itulah yang harus dilakukan oleh Paulus bila ia hendak menjadi saksi. Berikut ini adalah pengertiannya:
Pertama, tanpa cacat berarti tanpa kesesatan (2:3). Seorang Kristen yang tanpa cacat berarti tidak ada kesesatan dalam hatinya. Paulus memberi peringatan kepada jemaat Korintus mengenai beberapa orang yang mengaku sebagai rasul, “Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus” (2 Korintus 11:13). Rasul-rasul atau guru-guru palsu ini akan berusaha mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Khotbah mereka bagus. Pengajaran mereka kelihatannya baik. Mulut mereka manis dan sikapnya seperti para pekerja Injil tulen. Namun Allah tahu bahwa hati mereka sebenarnya jahat. Mereka tidak mempedulikan keselamatan manusia. Mereka hanya peduli dengan diri mereka sendiri.
Kedua, tak bercacat berarti tanpa maksud yang tidak murni. Dalam bahasa aslinya “tidak murni” di sini adalah akatharsia (berarti: tidak bersih secara fisik atau moral). Yang menjadi penekanan Paulus di sini adalah hawa nafsu yang tak terkendali. Paulus telah belajar bagaimana menundukkan tubuhnya. Dia tidak izinkan hawa nafsu menguasai dirinya atau bahkan pikirannya. Dia adalah orang yang murni. Sayang sekali kalau sekarang masih banyak ditemukan orang-orang Kristen yang begitu mudah menyerah pada hawa nafsunya. Bahkan di kalangan hamba Tuhan sendiri masih ditemukan praktek-praktek mengumbar hawa nafsu. Siapa diantara Anda yang tidak mendengarkan obrolan-obrolan porno, bahkan diantara pendeta? Kita harus membersihkan diri kita dari hawa nafsu ini.
Ketiga, tak bercacat berarti tanpa tipu daya. Seorang hamba Tuhan pernah berkata demikian, “Gereja saat ini dipenuhi dengan para manipulator, di bangku gereja dan di mimbar.” Mereka bekerja untuk diri mereka sendiri – bukan dengan kuasa Roh Kudus, tetapi dengan kepintaran pikiran mereka. Apa yang para hamba Tuhan utamakan adalah bagaimana mengemas sebuah khotbah yang disukai jemaat, sehingga namanya menjadi laris, tetapi mengabaikan kuasa Roh Kudus. Sedangkan jemaat manipulator adalah mereka yang beribadah hanya untuk menyenangkan pendetanya, supaya ia mendapatkan kedudukan penting di gereja. Ini hanyalah salah satunya saja.
Renungan:
Marilah kita membersihkan diri kita dari berbagai kekotoran-kekotoran dan kecemaran-kecemaran di dalam hati kita, supaya hidup kita semakin disempurnakan. Bertobatlah dari hati-hati yang tidak tulus.
Gereja yang benar diawali oleh hati-hati yang tulus.
No comments:
Post a Comment