Ayat Bacaan : Hakim-Hakim 11:29-40; Matius 10:37
“Lalu bernazarlah Yefta kepada TUHAN, katanya: "Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran"
(Hakim-Hakim 11:30, 31).
Segala sesuatu yang kita lakukan di dunia ini selalu ada risikonya. Seorang pembalap mobil Formula 1, Ayrton Senna, saat latihan resmi di sirkuit Imola, harus membayar mahal pekerjaan yang membuat namanya tersohor itu. Ia mengalami kecelakaan hebat sampai nyawanya tidak tertolong lagi. Sebelum itu terjadi Ayrton Senna tahu persis bahwa profesi yang digelutinya itu memiliki risiko yang sangat tinggi. Jadi sebelum bergabung dengan timnya pastilah ada kontrak perjanjian. Dalam perjanjian itu, ia menyatakan siap dengan segala resiko yang ia hadapi selama di sirkuit.
Demikian juga dengan Yefta saat itu. Pada masa hakim-hakim ia bernazar kepada Tuhan: jika Amon diserahkan ke dalam tangannya, ia akan menyerahkan apa saja sesuatu yang keluar dari rumahnya saat ia kembali dengan selamat dari bani Amon.
Kemudian Yefta berjalan terus untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangannya. Ketika Yefta pulang ke Mizpa ke rumahnya, tampaklah anaknya perempuan keluar menyongsong dia dengan memukul rebana serta menari-nari. Dialah anaknya yang tunggal; selain dari dia tidak ada anaknya laki-laki atau perempuan. Demi dilihatnya dia, dikoyakkannyalah bajunya, sambil berkata: "Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur" (Hakim-hakim 11:32-35).
Ternyata yang keluar dari rumah Yefta adalah anak kandungnya sendiri. Ia tidak bisa menarik nazarnya, apalagi hal ini diucapkan kepada Tuhan. Ia mengambil sikap lebih mengasihi Allah dari pada anak kandungnya. Ia menyerahnya anak gadisnya kepada Allah sebagai korban persembahan yang dikhususkan bagi Allah.
Saudara Yesuspun karena kasih-Nya kepada kita harus membayar mahal di atas kayu salib, supaya kita yang berdosa dibenarkan di dalam Dia. Kasih itu ada resikonya, karenanya Yesus pun pernah berkata: “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku” (Matius 10:37).
Renungan:
Bagaimanakah kasih kita kepada Allah hari-hari ini? Masihkah kita bersaksi tentang kebaikan Allah?
Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, jiwamu dan akal budimu apapun risikonya.
No comments:
Post a Comment