Ayat Bacaan : 1 Raja-Raja 1:1-27; Matius 18:4
“Lalu Adonia, anak Hagit, meninggikan diri dengan berkata: "Aku ini mau menjadi raja." Ia melengkapi dirinya dengan kereta-kereta dan orang-orang berkuda serta lima puluh orang yang berlari di depannya”
(1 Raja-Raja 1:5).
Siapa yang tidak ingin menjadi raja? Siapa yang tidak ingin melihat orang-orang menganggukkan kepalanya kepada kita? Siapa yang tidak ingin melihat orang yang tidak kita sukai kita singkirkan dengan mudah? Dengan menjadi raja seorang dapat melakukan hampir apa saja. Jadi tidak heran bila setiap orang ingin menjadi raja! Anda ingin menjadi raja?
Adonia, anak Daud dari Hagit, mempunyai cita-cita “setinggi bintang di langit”. Tidak tanggung-tanggung, cita-citanya adalah menjadi raja! Cita-cita yang luhur namun salah. Mengapa? Sebab untuk melaksanakan hal itu dia melakukan pemberontakan. Daud tidak bermaksud memilih Adonia sebagai penggantinya. Daud bermaksud memilih Absalom.
Sebenarnya Daud ikut andil dalam membentuk Adonia menjadi pemberontak, sebab Alkitab berkata, “Selama hidup Adonia ayahnya belum pernah menegor dia dengan ucapan: "Mengapa engkau berbuat begitu?" Iapun sangat elok perawakannya dan dia adalah anak pertama sesudah Absalom” (ay. 6).
Daud tidak pernah menegur Adonia. Dan dia bertumbuh menjadi seorang yang manja dan bibit pemberontakan dibiarkan tumbuh dengan subur dan akhirnya Daud harus menerima akibatnya: dilawan oleh anaknya sendiri.
Kalau anak salah, harus ditegur! Kalau anak melakukan pelanggaran, harus dihardik. Itu adalah prinsip Alkitab. Ada orang tua yang tidak tega memarahi anaknya, apalagi dia adalah anak kesayangan.
Sekarang ini banyak orang yang ingin menjadi raja. Padahal Yesus berkata, “Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga” (Matius 18:4). Bukan berarti kita tidak boleh menjadi direktur, menteri, atau bahkan presiden. Yang dimaksud di sini, jadilah seseorang yang memiliki hati seorang hamba yang mau melayani.
Renungan:
Yesus turun ke bumi dan menanggalkan semua kemuliaannya. Dia menjadi hamba. Dia melayani manusia. Dia rela belepotan dengan lumpur dunia, tetapi yang penting manusia beroleh keselamatan. Dan pada akhirnya Dia ditinggikan melebihi segalanya.
Tanpa hati seorang hamba, tidak ada manusia yang diselamatkan.
No comments:
Post a Comment